Tehnik Pewarnaan Bakteri


Semua jenis mikroorganisme mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan (Sutedjo, 1991). 
Pengecatan dan pewarnaan merupakan salah satu cara untuk mengamati sel-sel bakteri. Untuk membedakan berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat digunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa). Sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. Sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).

Sejumlah besar koloni bakteri dan fungi menarik perhatian oleh warnanya yang mencolok, disebabkan karena terjadi eksresi zat warna ke dalam medium atau fermentasi sel. Kemampuan membentuk zat warna terfiksasi secara genetik, dan demikian merupakan penanda khusus. Bentuk-bentuk pewarna mudah dikenal dan ditentukan identitasnya, zat warna dapat merupakan derivat dari berbagai kelas; karotenoid zat warna fenazin, zat warna pirol, azakuinon dan antosian (Hans, 1994).

Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-, CH3COO-, COOHCOO‑. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).

Sel-sel warna dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Jika warna terletak pada muatan positif dari zat warna, maka disebut zat warna basa. Jika warna terdapat pada ion negatif, maka disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin, netral red, dan lain-lain. Sedangkan anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4-, CH3COO-, COOHCOO‑. Zat warna asam umumnya mempunyai sifat dapat bersenyawa lebih cepat dengan bagian sitoplasma sel sedangkan zat warna basa mudah bereaksi dengan bagian-bagian inti sel. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup (Sutedjo, 1991).

Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan tidak kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan, oleh sebab itu pengamatan tanpa pewarnaan menjadi lebih sukar dan tidak dapat digunakan untuk melihat bagian-bagian sel dengan teliti. Pewarnaan akan menyebabkan bakteri-bakteri tersebut kontras berwarna dengan sekelilingnya, sehingga akan terlihat jelas. Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop, memperjelas bentuk dan ukuran bakteri, melihat struktur luar dan dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, serta menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas dari bakteri.