Did You Know...?
""

Home » » Daerah Endemik Nusa Tenggara Bag.Utara

Daerah Endemik Nusa Tenggara Bag.Utara


Letak dan Cakupan Wilayah

Daerah burung endemik Nusa Tenggara bagian Utara mencakup jajaran pulau-pulau di antara Lombok dan Alor. Pulau-pulau Sumba serta Timor dan Wetar tidak termasuk alam DBE ini. Lombok dan Sumbawa terletak di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan Komodo, Flores dan Pulau-pulau Lomblen, Pantar dan Alor terletak di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Habitat dan Penyebaran Burung Sebaran-Terbatas

Treron floris
Ducula rosacea
Ducula lacemulata
Macropygia magna
Trichoglossus euteles
Loriculus flosculus
Otus alfredi
Otus silvicola
Halcyon australasia
Caridonax fulgidus
Pitta elegans
Coracina dohertyi
Pericrocotus lansbergei
Zoothera dohertyi
Tesi everetti
Phylloscopus presbytes
Rhinomyias oscillans
Monarcha sacerdotum
Rhipidura diluta
Pachycephala nudigula
Dicaeum annae
Dicaeum igniferum
Dicaeum maugei
Nectarinia solaris
Zosterops wallacei
Lophozosterops dohertyi
Heleia crassirostris
Lichmera lombokia
Corvus florensis

Habitat
Pulau-pulau di dalam DBE ini, seperti pulau-pulau lainnya di wilayah Nusa Tenggara, terletak di daerah tropika kering Indonesia. Wilayah ini berada di daerah “bayangan hujan� dari benua Australia dan terbentuk oleh curah hujan yang rendah dan musim kemarau yang panang. Hutan awet-hijau hanya dijumpai di daerah-daerah dataran tinggi, lembah-lembah curam dan sisi Selatan pegunungan. Hutan semi-awet hijau dan hutan musim merupakan dua tipe hutan/habitat utama di daerah ini, selain hutan savana yang sangat luas, yang terbentuk oleh aktifitas manusia.
Seluruh spesies burung sebaran-terbatasdijumpai di habitat hutan, namun habitab burung-burung ini secara persisnya belum diketahui. Namun demikian, tampak bahwa sebagian besar spesies burung tersebut menghuni hutan musin dan hutan semi-awet hijau.  Sembilan spesies hanay dijumpai di dataran rendah, sedangkan dua spesies lainnya, Cikrak Timor (Phylloscopus presbytes) dan Opoir Flores (Lophozosterops superciliaris) adalah spesies-spesies pegunungan.

Kawasan Konservasi
Di DBE ini terdapat 17 kawasan konservasi darat, yang mencakup lahan seluas sekitar 355.000 ha.  Jaringan kawasan konservasi di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Lombok dan Sumbawa) relatif lebih berkembang dibandingkan dengan di propinsi Nusa Tenggara Timur.  Taman Nasional Gunung Rinjani mencakup hutan pegunungan di Pulau Lombok, namun pulau ini hanya dihuni oleh empat spesies burung sebaran-terbatas.  Taman Buru Tambora Selatan (30.000 ha) dan TB. Pulau Moyo (22.250 ha) di daerah Sumbawa mencakup beragam tipe hutan. Namun demikian, dua usulan kawasan konservasi yang kaya akan keanekaragaman hayati, gunung Olet Sangenges (35.000 ha) dan Selalu Legini (50.000 ha),belum ditetapkan ebagai kawasan konservasi (Jepson dan Monk 1995).
Di pulau-pulau yang termasuk wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur terdapat 11 kawasan konservasi, namun hanya empat diantaranya terletak di Pulau Flores (Sujatnika dan Jetson, 1994). Sebagian hutan pegunungan telah tercakup di dalam kawasan Taman Wisata Ruteng (30.000 ha), yang saat ini menjadi tempat pengembangan proyek pelestarian alam terpadu. Akan tetapi daerah-daerah yang merupakan habitat kunci burung sebaran-terbatas dan keanekaragaman hayatidi daerah ini masih belum ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan-kawasan usulan yang paling penting adalah Tanjung Karitamese (tempat hidup Kehicap Flores dan Serindit Flores), Gunung Ambulombo (5.000 ha) dan Egon Iliwuli (14.900 ha).
Situasi Saat Ini
Masyarakat pedesaan di Nusa Tenggara masih dipengaruhi oleh pola hidup masa lalu (berpindah-pindah) yang tercermin dari masih terus berlanjutnya kegiatan perladangan berpindah (FAO, 1982e).  Usaha tani menetap yang dikembangkan di daerah ini antara lain meliputi tanaman pangan (padi, jagung, kedelai dan singkong) dan tanaman perkebunan seperti kelapa, tembakau dan kopi.
Kegiatan pengusahaan hutan, untuk memanen kayu bernilai tinggi, Duabanga moluccana, terbatas dilaksanakan di atas lahan seluas 30.000 ha di Sumbawa.  Perladangan berpindah dan penggembangan ternak di Nusa Tenggara dapat memberikan tekanan terhadap kualitas dan kuantitas hutan (Sayogyo, 1994).  Lahan hutan yang luas terutama dijumpai di daerah sepanjang pantai Utara Flores bagian Barat, dan di bagian Tenggara serta Barat Daya Sumbawa.  Akan tetapi hutan di bagian Barat Daya Sumbawa akan menghadapi tekanan yang besar dari kegiatan penambangan emas dan tembaga di daerah Batu Hijua, berdekatan dengan Selalu Legini (Jepson dan Monk, 1995).

Share this article :