Did You Know...?
""

Home » » Perkembangan Embrio Antar Spesies Tingkat Molekul

Perkembangan Embrio Antar Spesies Tingkat Molekul

Kesamaan menakjubkan dalam penampilan embrio spesies-spesies hewan yang berbeda telah diobservasi sejak abad ke-19 oleh ilmuwan seperti Karl von Baer, Charles Darwin dan Ernst Haeckel. Observasi tersebut menuntut hipotesis bahwa perkembangan individu organisme merefleksikan sejarah evolusi atau filogeni. Dua kelompok ilmuwan, termasuk peneliti dari Max Planck Institute of Molecular Genetics di Dresden dan Institut Max Planck untuk biologi evolusi di Plön, kini telah berhasil menunjukkan, untuk pertama kalinya, bahwa terdapat paralel antara pengembangan individu dan filogeni pada tingkat ekspresi gen.
Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Nature (9 Desember 2010).
Entah itu ikan atau lalat – pada tahap tertentu perkembangannya, embrio-embrio spesies hewan yang berbeda dalam sebuah filum hampir mustahil untuk dibedakan berdasarkan penampilan mereka. Kesamaan terbesar muncul di tengah-tengah perkembangan embrio, selama “tahap phylotypic”; perbedaan spesifik spesies mendominasi sebelum dan setelah tahap ini. Observasi ini diilustrasikan dengan model jam pasir. Pertanyaan tentang bagaimana kesamaan morfologi yang luas ini – yaitu yang terjadi pada “pinggang” jam pasir – muncul adalah salah satu yang telah lama menjadi perhatian para peneliti. Sejauh mana perkembangan individu organisme (ontogeni) dan kaitannya dengan suatu filum (filogeni) juga sebelumnya tidak jelas.
Untuk pertama kalinya, para ilmuwan sekarang telah menunjukkan bahwa motif jam pasir yang terdapat dalam organisme yang beragam, seperti lalat buah dan ikan zebra, tidak hanya pada tingkat morfologi, tetapi juga pada tingkat molekul – sebuah temuan yang menunjukkan bahwa keadaan yang pararel, memang, terdapat di antara ontogeni dan filogeni.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada enam spesies lalat buah (Drosophila sp.), kelompok riset bekerja sama dengan Pavel Tomancak di Institute of Molecular Cell Biology and Genetics Max Planck di Dresden, menemukan bahwa kesamaan tidak hanya pada morfologi, tetapi juga dalam pola ekspresi gen yang terbesar selama tahap phylotypic, yaitu sebelum dan setelah tahap ini, perbedaan yang lebih besar di antara spesies. Selain itu, para ilmuwan juga mengamati bahwa pola ekspresi gen utama merefleksikan model jam pasir yang paling setia.
Sementara itu, Tomislav Domazet-Loso dan Diethard Tautz, peneliti di Institut Max Planck untuk Biologi Evolusi di Plön, menunjukkannya dengan ikan zebra (Danio rerio) bahwa gen filogenetis tertua aktif selama tahap phylotypic dan bahwa, sebelum dan setelah tahap ini, kebanyakan gen yang aktif adalah mereka yang hadir kemudian dalam sejarah evolusi.
Para ahli biologi evolusi yang berbasis di Plön juga telah membuat penemuan yang mengejutkan: mereka mengamati bahwa gen tertua dari ikan zebra dewasa secara progresif juga diaktifkan seiring bertambahnya usia hewan tersebut. Kesimpulan yang sama dicapai dalam analisis komparatif yang dilakukan pada Drosphila, nyamuk dari genus Anopheles, dan cacing parasit.
Kedua studi ini memberi cahaya baru pada sebuah teka-teki biologi kuno: yaitu hubungan antara ontogeni dan filogeni. “Penemuan kami menegaskan studi anatomis sebelumnya dan memperluas pemahaman kita tentang bagaimana pengembangan dan evolusi dihubungkan pada tingkat molekuler,” jelas Alex T. Kalinka, seorang peneliti dari kelompok Dresden. “Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesamaan antara spesies hewan yang berbeda di tengah-tengah perkembangan embrio mereka terbentuk oleh seleksi,” tambah Casey Bergmann, seorang penulis dari Universitas Manchester. Temuan mereka menjelaskan bagaimana “pinggang” pada jam pasir muncul.
Lalat buah adalah salah satu model organisme yang paling sering diteliti secara menyeluruh dan menawarkan kemungkinan unik untuk mempelajari mekanisme molekuler yang mendasari perkembangan embrio. Penemuan pola jam pasir pada spesies yang berbeda memungkinkan bagi ahli biologi evolusi untuk melakukan perjalanan kembali ke masa-masa awal evolusi ketika perbedaan antara organisme muncul. “Kami berharap memperoleh informasi tentang proses yang mengarah ke berbagai bentuk dalam kerajaan hewan,” jelas Pavel Tomancak.
Untuk studi mereka pada ikan zebra, model organisme lain yang banyak digunakan dalam biologi evolusi, para peneliti dari Plön juga mengembangkan metode baru: indeks usia transkriptom (IUT). Metode ini memungkinkan pengukuran usia filogenetik gen-gen yang aktif. Domazet-Loso dan Tautz menggunakan alat baru ini untuk melacak perkembangan ikan zebra, dari pembuahan telur hingga menjadi organisme dewasa. “Profil IUT secara setia mereproduksi model jam pasir dan hal itu menunjukkan adanya kesejajaran antara ontogeni dan filogeni,” lapor Diethard Tautz. Para ilmuwan menjelaskan pengamatan ini bahwa gen tertua secara filogenetis adalah aktif pada ikan zebra yang lebih tua dengan fakta bahwa hewan yang telah melewati usia reproduksi telah “diabaikan” oleh seleksi.
Studi ini menunjukkan bahwa naturalis seperti Karl von Baer, Charles Darwin dan Ernst Haeckel pada dasarnya benar dalam hipotesis mereka bahwa perkembangan embrio adalah refleksi dari filogeni. “Ini akan sangat menarik untuk memperluas pendekatan kami pada spesies lain dengan cetak biru dan strategi siklus hidup yang berbeda,” kata Domazet-Loso.
Share this article :