Did You Know...?
""

Home » » Pengurai Minyak Tahan Salinitas

Pengurai Minyak Tahan Salinitas


Tumpahan minyak menjadi masalah pencemaran lingkungan. Minyak mentah sulit terurai dan bisa menyebabkan kematian makhluk hidup, terutama di perairan. Kini ditemukan, jamur Fusarium oxysporum, yang mampu mengurai cemaran minyak sekaligus bertahan dalam kondisi kadar garam tinggi. Tumpahan minyak umumnya terjadi akibat proses alam dan aktivitas manusia. Pencemaran minyak dari alam mencapai 60 persen. Sisanya akibat aktivitas manusia, seperti proses pengeboran dan transportasi. Untuk merehabilitasi pencemaran minyak, tersedia pilihan teknik, baik secara kimia, fisik, maupun bioremediasi. Kini, bioremediasi makin sering diandalkan karena relatif aman bagi lingkungan. Temuan terbaru, jamur Fusarium oxysporum (F oxysporum) mampu merehabilitasi lingkungan dari cemaran minyak. Sebenarnya, keluarga Fusarium dikenal sebagai penyebab penyakit pada tanaman pertanian seperti bawang dan pisang. Pada manusia, F oxysporum bersifat patogen, antara lain menyebabkan infeksi jamur pada kornea (fungal keratitis), kuku (onychomycosis), dan kulit (hyalohyphomycosis). Mikroorganisme yang diisolasi dari hutan tropis di Indonesia itu bisa mengurai minyak mentah pada media air ataupun tanah dalam kondisi basa ataupun asam serta bersalinitas (berkadar garam) tinggi. Jamur F oxysporum teruji mampu mengurai minyak mentah dan beberapa turunannya seperti chrysene dan n-octadecane. Isolasi F oxysporum dicobakan pada minyak mentah. Hasilnya, jamur mampu menguraikan. Uniknya, meski diisolasi dari hutan tropis, jamur ini tahan terhadap air laut yang berkadar garam tinggi. ”Air laut mengandung garam yang menyulitkan hidup mikroorganisme. Namun, jamur Fusarium bisa hidup dan efektif mengurai crude oil (minyak mentah). Selain tahan salinitas, mikroorganisme ini juga bisa tahan dalam kondisi basa dan asam (pH 4-8). Jamur ini mampu mengurai senyawa berbahaya chrysene yang susah terurai menjadi karbon dioksida dan air yang aman bagi makhluk hidup. Salah satu obsesi Pusat Penelitian Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (Puskonser) Kementerian Kehutanan adalah menemukan bioremediasi untuk pewarna tekstil yang mencemari sungai di kawasan industri tekstil. Temuan ini semakin menginspirasi Puskonser untuk melakukan upaya koleksi mikroba untuk berbagai kepentingan, baik bioremediasi, biohealth, bioenergi, bioplastik, maupun bioreklamasi. Pemanfaatan sumber daya mikroba kian menjanjikan bagi masa depan Indonesia dan dunia. Terlebih lagi, Protokol Nagoya yang diratifikasi Indonesia pada 11 April 2013 membuka harapan pembagian keuntungan bagi pemilik ”plasma nutfah” berupa mikroba hutan tropis dapat digunakan oleh negara lain dan bermanfaat bagi kehidupan penghuni Bumi.
Share this article :