Selama ini ampas tebu hanya menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan. Bahkan limbah itu menjadi sumber pencemaran lingkungan di sekitar pabrik gula. Padahal di dalamnya berpotensi untuk sumber energi alternatif melalui pengolahan lebih lanjut. Dalam satu kilogram limbah ampas tahu mengandung setidaknya 2,5 persen gula dengan nilai kalor sebesar 1.825 kkal. Nilai kalor tersebut masih bisa ditingkatkan melalui pencampuran dengan sumber biomassa lainnya seperti eneceng gondok.
Luasnya perkebunan tebu di Indonesia yang akan terus bertambah seiring dengan gerakan swasembada gula nasional, pemanfaatan limbah ampas gula ini tentu menjadi potensi baru. "Inilah salah satu energi pengembangan energi,”.
Dia menjelaskan, pengembangan biobriket diharapkan tidak hanya untuk keperluan rumah tangga dan industri, tapi juga sebagai pembangkit listrik. Selain membantu mengurangi pencemaran lingkungan, biobriket bisa memberikan pilihan energi alternatif terbarukan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar fosil.
Selama ini ampas tebu kurang mendapat perhatian. Ampas tebu yang lazim disebut bagas merupakan hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan dalam suatu pabrik adalah sebanyak 32 persen dari berat tebu giling. Sebelumnya pemanfaatan ampas tebu juga dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Pertanian UGM. Kelompok mahasiswa UGM ini berhasil mengolah limbah tersebut menjadi silika gel yang biasanya digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur pada obat-obatan, makanan, barang elektronik, serta bahan sensitif lainnya. Sebelumnya PT Perkebunan Nusantara X (Persero) atau PTPN X juga tertarik untuk mengoptimalkan limbah padat tebu berupa ampas (bagasse) sebagai sumber energi. Perusahaan perkebunan pelat merah ini, akan memaksimalkan potensi ampas tebu untuk sumber bahan bakar sekaligus pengembangan energi terbarukan.