A. Identifikasi Tumbuhan:
1. Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan
Jika kita mengadakan koleksi tumbuhan kemungkinan setelah mengadakan penelusuran pustaka yang ada di dunia iniatau pengecekan terhadap pustaka-pustaka atau koleksi herbarium yang ada di Lembaga Herbarium Internasional di seluruh dunia, diketahui bahwa tumbuhan tersebut belum diidentifikasi atau di beri nama, maka tugas kita adalah memberi nama timbuhan dan menempatkannya dalam klasifikasi tumbuhan. Untuk memberi nama baru harus mengikuti aturan yang ada dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) dan hendaknya harus mengikuti rekomendasinya. Nama yang harus diberikan adalah nama ilmiah, syah, dipublikasi secara valid dan efektif serta berhubungan secara permanent dengan salah satu elemen dari takson tersebut, yaitu tipe tatanama dari takson baru tersebut. Untuk klasifikasinyapun diharapkan agar dapat disisuaukan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Identifikasi tumbuhan selalu didasarkan atas specimen (bahan) yang real, baik specimen yang masih hidup maupun yang telah diawetkan. Oleh pelaku identifikasi specimen yang belum dikenal itu, meleui studi yang seksama kemudian dibuatkan candra yang memuatkan _irri-ciri diagnostiknya. Berikutnya adalah menetapkan specimen itu merupakan anggota populasi jenis apa, dan berturut-turut ke atas di masukkkan kategori mana (marga, suku, bangsa, dan kelas serta devisinya). Penentuan nama jenis dan tingkat takson ke atas berturut-turut tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam KITT. Nama takson baru itu selanjutnya harus dipublikasikan melalui car-cara yang diatur dalam KITT.
2. Identifikasi tumbuhan yang sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan
Untuk identifikasi tumbuhan yang kita tidak kenal, tetapi telah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan tersedia beberapa sarana, antara lain :
a. Menanyakan identitas tumbuhan yang tidak kita kenal kepada seorang yang kita anggap ahli dan kita perkirakan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
b. Mencocokkan dengan specimen herbarium yang telah diidentifikasi. Cara ini merupakan cara yang umum terjadi di seluruh dunia, yang berupa pengiriman specimen tumbuhan ke herbarium atau lembaga-lembaga penelitian biologi yang tenar untuk diidentifikasikan. Selain itu cara ini juga kerap digunakan antar ilmuwan untuk memperoleh kepastian mengenai identitas tumbuhan, pengecekan silang atau konfirmasi.
c. Mencocokkan candra dan gambar-gambar yan ada dalam buku flora atau monografi. Selain penguasaan ilmu hayat, pelaku identifikasi dengan cara ini harus pula menguasai peristilahan yang lazim digunakan dalam mencandra tumbuhan. Selain itu, kadang diperlukan juga peralatan tertentu seperti perangkat alat pengurai (dissecting kit), kaca pembesar, bahkan mikroskop.
d. Menggunakan kunci identifikasi. Kunci identifikasi adalah serentetan pertanyaan-pertanyaan yang jawabanya harus ditemukan pada specimen yang akan diidentifikasi. Bila semua pertanyaan berturut-turut dalam kunci identifikasi itu ditemukan jawabanya, berarti tumbuhan yang akan diidentifikasikan sama dengan salah satu yang telah dibuat kuncinya, dan nama serta tempatnya dalam system klasifikasi akan diketahui setelah semua pertanyaan dalam kunci dapat dijawab.
e. Menggunakan lembar identifikasi jenis (spesies identification sheet), yaitu sebuah gambar suatu jenis tumbuhan yang disrtai nama dan klasifikasijenis yang bersangkutan. Disamping itu, gambar juga dilengkapi dengan candra serta keterangan-keterangan lain menambah lengkapnya informasi mengenai jenis tumbuhan tadi. Dengan tersedianya lembar-lembar identifikasi jenis, yang merupakan flora bergambar untuk suatu lingkungan tertentu, mereka dimungkinkan untuk mengadakan inventarisasi jenis-jenis gulma gulma yang ada dalam wilayah kerjanya. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang dapat menunjang kepentingan-kepentingan lain, seperti dalam menetapkan metode pengendalian gulma di perkebunan yang bersangkutan.
B. Tatanama Tumbuhan
Tatanama merupakan bagian dari kegiatan taksonomi yang bertujuan untuk mendeterminasi nama yang benar dari suatu takson atau kesatuan taksonomi. Menurut Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT), pemberian nama ilmiah tumbuhan didasarkan pada bahasa latin atau yang diperlakukan sebagai bahasa latin, sehingga diharapkan dapat dipergunakan secara universal oleh para ahli botani.
Dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai begitu banyak nama tumbuhan yang diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan bahasa induk yang digunakan oleh daerah masing-masing, yang sering disebut nama biasa. Oleh karena itu terbatas pengertiannya pada orang-orang sebahasa saja, maka pemakaian nama ilmiah sekarang sudah menjadi kebiasaan umum yang diterapkan di seluruh dunia. Adapun perbedaan antara bahasa biasa dengan nama ilmiah adalah sebagai berikut :
Nama biasa Nama ilmiah
1. tidak mengikuti ketentuan manapun
2. dalam bahasa setempat atau bahasa daerah
3. berlaku local
4. mudah dieja dan dilafalkan
5. tidak jelas untuk kategori mana nama itu
6. satu takson dapat mempunyai lebih dari satu nama yang berbeda-beda menurut bahasa yang digunakan untuk penyebutan 1. diatur dalam KITT
2. dalam bahasa yang duperlakukan Latin
3. berlaku internasional
4. kadang-kadang sukar dieja dan dilafalkan
5. memberi indikasi untuk kategori diberikan takson mana nama itu diberikan
6. untuk tiap takson dengan definisi, posisi dan tingkatan tertentu hanya ada satu nama yang benar.
C. Tatanama Takson Sesuai Dengan Kitt:
• Spesies
1. Spesies (Latin) = Spesies (Inggris) = Soort (Belanda) = Jenis (Indonesia)
2. Nama jenis adalah kombinasi biner atau binomial (nama ganda) yang terdiri atas nama marga disusul dengan sebutan jenis (epitheton specificum), yang dalam penulisannya hanya huruf pertama saja yang ditulis dengan huruf besar bagian lainnya termasuk sebutan jenisnya, semua ditulis dengan huruf kecil.
3. Sebutan jenis yang terdiri atas dua kata atau lebih harus disatukan atau diberi tanda penghubung. Sebutan jenis bukan nama jenis (specific name). Hisbicus rosa-sinensis L, tiga kata untuk menjadi dua kata harus ada tanda penghubung.
4. Dibelakang nama spesies harus dituliskan nama orang yang pertama kali memberi nama spesies tersebut (Author). Hisbiscus teleaceus L, L singkatan Linneus tidak ditulis miring atau digaris bawah.
5. Sebutan jenis tidak boleh terdiri atas kata yan merupakan ulangan yang sama atau hamper sama nama marga, dengan atau tanpa ditambah _irri_g yang telah ditranskripsikan. Contoh : Boldu boldus, Linaria linaria
• Genus
1. Genus (Latin) = Genus (Inggris) = Geslacht (Belanda) = Marga (Indonesia)
2. Nama marga merupakan kata benda berbentuk mufrad, atau kata lain yang diperlakukan sebagai kata yang bersifat demikian. Nama marga dalam bahasa Latin tediri dari satu kata, misalnya Morus l, Gossypium L, Mimosa, dsb.
3. Nama marga tidak dibenarkan berupa istilah yang lazim digunakan dalam morfologi tumbuhan, seperti : Radicula atau Tuber, kecuali bila pemberian nama telah terjadi sebelum 1 januari 1912.
4. Nama marga tidak boleh terdiri dari dua kata, atau kedua kata itu harus disatukan dengan tanda penghubung, misalnya : Uva-ursi.
5. Kata-kata yang tidak dimaksud sebagai nama marga tidak dapat dianggap sebagai nama marga, misalnya Anonymus (kata ini oleh penulisnya digunakan untuk Scirpoides (mirip Scirpus). Kata –kata ini harus ditolak.
6. Saran untuk membentuk nama marga:
a. Agar sedapat mungkin menggunakan bentuk Latin.
b. Menghindarkan penggunaan kata-kata yang tidak mudah disesuaikan dengan bahasa latin
c. Tidak menggunakan kata yang panjang dan sukar dilafalkan dalam bahasa Latin
d. Tidak menggunakan gabungan kata dari bahasa yang berlainan
e. Menhindarkan penggunaan kata sifat sebagai kata benda
f. Tidak menggunakan nama orang yang tidak ada kaitannya dengan ilmu tumbuhan
g. Tidak menngunakan kata yang dijabarkan dari sebutan jenis (epitheton specificum) yang tergolong dalam marga itu.
• Familia
1. Familia (Latin) = Family (Inggris) = Familie (Belanda) = Suku (Indonesia)
2. Nama-nama suku merupakan satu kata sifat yang diperlakukan sebagai kata benda yang berbentuk jamak, biasanya diambil dari nama marga yang dipilih sebagai tipe tatanamanya ditambah akhiran –aceae misalnya : Malvaceae ( Malva +aceae), Solanaceae (Solanum+aceae).
• Ordo
1. Ordo (Latin) = Ordo (inggris) = Orde (Belanda) = Bangsa (Indonesia).
2. Nama ordo dalam tumbuh-tumbuhan adalah nama dalam bahasa latin, terdiri satu kata, didasarkan pada kata pokok salah satu familia yang termasuk ordo itu. Akhuran –aceae diaganti akhiran –ales.
• Classis
1. Classes (Latin) = Class (Inggris) = Klasse (Belanda) = Kelas (Indonesia).
2. Nama kelas adalah nama dalam bahasa Latin, yang terdiri dari nama marga dan diberi akhiran phyceae bagi Alga, -mycetes bagi Fungi, -opsida bagi cormophyta, -inae untuk tumbuhan paku dan biji.
• Division
1. Divisio (Latin) = Divisio (Inggris) = Afdeling (Belanda) = Devisi (Indonesia)
2. Nama divisi biasanya didasarkan atas _irri-ciri yang menunjukkan kodrat atau sifat devisi itu sebaik-baiknya.
3. Untuk nama divisi seyogyanya digunakan satu kata majemuk berbentuk jamak yang diambil dari _irri khas yang berlaku untuk semua warga divisi dengan tambahan –phyta, kecuali untuk jamur yang disarankan untuk diberi akhiran –mycota.
4. Istilah Phylum yang masih dijumpai dalam pustaka-pustaka taksonomi lama, tidak lagi digunakan dalam taksonomi tumbuhan, yang digunakan adalah istilah division.
• Regnum
1. Regnum (Latin) = Kigdom (Inggris) = Rijk (Belanda) = Dunia (Indonesia).
2. Konsep dunia digunakan untik menujukkan keseluruhan tumbuhan atau keseluruhan hewan yang masing-masing disebut dunia tumbuhan (Regnum Plantarum) dan dunia hewan (Regnum Animale.
• Tingkat takson dibawah spesies
1. Dalam suatu jenis dapat dibedakan beberapa kategori, berturut-turut adalah : anak jenis (subspecies), varietas, anak varietas, forma, dan anak forma.
2. Nama takson dibawah tingkat jenis terdiri atas nama jenis dan suatu sebutan yang dihubungkan dengan istilah untuk takson dibawah tingkat jenis yang dimaksud. Sehingga nama itu sekurang-kurangnyateriri dari 4 kata, 2 kata untuk nama jenis, 1 kata untuk takson di bawah tingkat jenis, dan 1 kata yang merupakn istilah untuk takson di bawah tingkat jenis yang dimaksud. Contoh : Pedilathus tithymalodes subspecies retusus.
Jika kita mengadakan koleksi tumbuhan kemungkinan setelah mengadakan penelusuran pustaka yang ada di dunia iniatau pengecekan terhadap pustaka-pustaka atau koleksi herbarium yang ada di Lembaga Herbarium Internasional di seluruh dunia, diketahui bahwa tumbuhan tersebut belum diidentifikasi atau di beri nama, maka tugas kita adalah memberi nama timbuhan dan menempatkannya dalam klasifikasi tumbuhan. Untuk memberi nama baru harus mengikuti aturan yang ada dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) dan hendaknya harus mengikuti rekomendasinya. Nama yang harus diberikan adalah nama ilmiah, syah, dipublikasi secara valid dan efektif serta berhubungan secara permanent dengan salah satu elemen dari takson tersebut, yaitu tipe tatanama dari takson baru tersebut. Untuk klasifikasinyapun diharapkan agar dapat disisuaukan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Identifikasi tumbuhan selalu didasarkan atas specimen (bahan) yang real, baik specimen yang masih hidup maupun yang telah diawetkan. Oleh pelaku identifikasi specimen yang belum dikenal itu, meleui studi yang seksama kemudian dibuatkan candra yang memuatkan _irri-ciri diagnostiknya. Berikutnya adalah menetapkan specimen itu merupakan anggota populasi jenis apa, dan berturut-turut ke atas di masukkkan kategori mana (marga, suku, bangsa, dan kelas serta devisinya). Penentuan nama jenis dan tingkat takson ke atas berturut-turut tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam KITT. Nama takson baru itu selanjutnya harus dipublikasikan melalui car-cara yang diatur dalam KITT.
2. Identifikasi tumbuhan yang sudah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan
Untuk identifikasi tumbuhan yang kita tidak kenal, tetapi telah dikenal oleh dunia ilmu pengetahuan tersedia beberapa sarana, antara lain :
a. Menanyakan identitas tumbuhan yang tidak kita kenal kepada seorang yang kita anggap ahli dan kita perkirakan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan kita.
b. Mencocokkan dengan specimen herbarium yang telah diidentifikasi. Cara ini merupakan cara yang umum terjadi di seluruh dunia, yang berupa pengiriman specimen tumbuhan ke herbarium atau lembaga-lembaga penelitian biologi yang tenar untuk diidentifikasikan. Selain itu cara ini juga kerap digunakan antar ilmuwan untuk memperoleh kepastian mengenai identitas tumbuhan, pengecekan silang atau konfirmasi.
c. Mencocokkan candra dan gambar-gambar yan ada dalam buku flora atau monografi. Selain penguasaan ilmu hayat, pelaku identifikasi dengan cara ini harus pula menguasai peristilahan yang lazim digunakan dalam mencandra tumbuhan. Selain itu, kadang diperlukan juga peralatan tertentu seperti perangkat alat pengurai (dissecting kit), kaca pembesar, bahkan mikroskop.
d. Menggunakan kunci identifikasi. Kunci identifikasi adalah serentetan pertanyaan-pertanyaan yang jawabanya harus ditemukan pada specimen yang akan diidentifikasi. Bila semua pertanyaan berturut-turut dalam kunci identifikasi itu ditemukan jawabanya, berarti tumbuhan yang akan diidentifikasikan sama dengan salah satu yang telah dibuat kuncinya, dan nama serta tempatnya dalam system klasifikasi akan diketahui setelah semua pertanyaan dalam kunci dapat dijawab.
e. Menggunakan lembar identifikasi jenis (spesies identification sheet), yaitu sebuah gambar suatu jenis tumbuhan yang disrtai nama dan klasifikasijenis yang bersangkutan. Disamping itu, gambar juga dilengkapi dengan candra serta keterangan-keterangan lain menambah lengkapnya informasi mengenai jenis tumbuhan tadi. Dengan tersedianya lembar-lembar identifikasi jenis, yang merupakan flora bergambar untuk suatu lingkungan tertentu, mereka dimungkinkan untuk mengadakan inventarisasi jenis-jenis gulma gulma yang ada dalam wilayah kerjanya. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang dapat menunjang kepentingan-kepentingan lain, seperti dalam menetapkan metode pengendalian gulma di perkebunan yang bersangkutan.
B. Tatanama Tumbuhan
Tatanama merupakan bagian dari kegiatan taksonomi yang bertujuan untuk mendeterminasi nama yang benar dari suatu takson atau kesatuan taksonomi. Menurut Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT), pemberian nama ilmiah tumbuhan didasarkan pada bahasa latin atau yang diperlakukan sebagai bahasa latin, sehingga diharapkan dapat dipergunakan secara universal oleh para ahli botani.
Dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai begitu banyak nama tumbuhan yang diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan bahasa induk yang digunakan oleh daerah masing-masing, yang sering disebut nama biasa. Oleh karena itu terbatas pengertiannya pada orang-orang sebahasa saja, maka pemakaian nama ilmiah sekarang sudah menjadi kebiasaan umum yang diterapkan di seluruh dunia. Adapun perbedaan antara bahasa biasa dengan nama ilmiah adalah sebagai berikut :
Nama biasa Nama ilmiah
1. tidak mengikuti ketentuan manapun
2. dalam bahasa setempat atau bahasa daerah
3. berlaku local
4. mudah dieja dan dilafalkan
5. tidak jelas untuk kategori mana nama itu
6. satu takson dapat mempunyai lebih dari satu nama yang berbeda-beda menurut bahasa yang digunakan untuk penyebutan 1. diatur dalam KITT
2. dalam bahasa yang duperlakukan Latin
3. berlaku internasional
4. kadang-kadang sukar dieja dan dilafalkan
5. memberi indikasi untuk kategori diberikan takson mana nama itu diberikan
6. untuk tiap takson dengan definisi, posisi dan tingkatan tertentu hanya ada satu nama yang benar.
C. Tatanama Takson Sesuai Dengan Kitt:
• Spesies
1. Spesies (Latin) = Spesies (Inggris) = Soort (Belanda) = Jenis (Indonesia)
2. Nama jenis adalah kombinasi biner atau binomial (nama ganda) yang terdiri atas nama marga disusul dengan sebutan jenis (epitheton specificum), yang dalam penulisannya hanya huruf pertama saja yang ditulis dengan huruf besar bagian lainnya termasuk sebutan jenisnya, semua ditulis dengan huruf kecil.
3. Sebutan jenis yang terdiri atas dua kata atau lebih harus disatukan atau diberi tanda penghubung. Sebutan jenis bukan nama jenis (specific name). Hisbicus rosa-sinensis L, tiga kata untuk menjadi dua kata harus ada tanda penghubung.
4. Dibelakang nama spesies harus dituliskan nama orang yang pertama kali memberi nama spesies tersebut (Author). Hisbiscus teleaceus L, L singkatan Linneus tidak ditulis miring atau digaris bawah.
5. Sebutan jenis tidak boleh terdiri atas kata yan merupakan ulangan yang sama atau hamper sama nama marga, dengan atau tanpa ditambah _irri_g yang telah ditranskripsikan. Contoh : Boldu boldus, Linaria linaria
• Genus
1. Genus (Latin) = Genus (Inggris) = Geslacht (Belanda) = Marga (Indonesia)
2. Nama marga merupakan kata benda berbentuk mufrad, atau kata lain yang diperlakukan sebagai kata yang bersifat demikian. Nama marga dalam bahasa Latin tediri dari satu kata, misalnya Morus l, Gossypium L, Mimosa, dsb.
3. Nama marga tidak dibenarkan berupa istilah yang lazim digunakan dalam morfologi tumbuhan, seperti : Radicula atau Tuber, kecuali bila pemberian nama telah terjadi sebelum 1 januari 1912.
4. Nama marga tidak boleh terdiri dari dua kata, atau kedua kata itu harus disatukan dengan tanda penghubung, misalnya : Uva-ursi.
5. Kata-kata yang tidak dimaksud sebagai nama marga tidak dapat dianggap sebagai nama marga, misalnya Anonymus (kata ini oleh penulisnya digunakan untuk Scirpoides (mirip Scirpus). Kata –kata ini harus ditolak.
6. Saran untuk membentuk nama marga:
a. Agar sedapat mungkin menggunakan bentuk Latin.
b. Menghindarkan penggunaan kata-kata yang tidak mudah disesuaikan dengan bahasa latin
c. Tidak menggunakan kata yang panjang dan sukar dilafalkan dalam bahasa Latin
d. Tidak menggunakan gabungan kata dari bahasa yang berlainan
e. Menhindarkan penggunaan kata sifat sebagai kata benda
f. Tidak menggunakan nama orang yang tidak ada kaitannya dengan ilmu tumbuhan
g. Tidak menngunakan kata yang dijabarkan dari sebutan jenis (epitheton specificum) yang tergolong dalam marga itu.
• Familia
1. Familia (Latin) = Family (Inggris) = Familie (Belanda) = Suku (Indonesia)
2. Nama-nama suku merupakan satu kata sifat yang diperlakukan sebagai kata benda yang berbentuk jamak, biasanya diambil dari nama marga yang dipilih sebagai tipe tatanamanya ditambah akhiran –aceae misalnya : Malvaceae ( Malva +aceae), Solanaceae (Solanum+aceae).
• Ordo
1. Ordo (Latin) = Ordo (inggris) = Orde (Belanda) = Bangsa (Indonesia).
2. Nama ordo dalam tumbuh-tumbuhan adalah nama dalam bahasa latin, terdiri satu kata, didasarkan pada kata pokok salah satu familia yang termasuk ordo itu. Akhuran –aceae diaganti akhiran –ales.
• Classis
1. Classes (Latin) = Class (Inggris) = Klasse (Belanda) = Kelas (Indonesia).
2. Nama kelas adalah nama dalam bahasa Latin, yang terdiri dari nama marga dan diberi akhiran phyceae bagi Alga, -mycetes bagi Fungi, -opsida bagi cormophyta, -inae untuk tumbuhan paku dan biji.
• Division
1. Divisio (Latin) = Divisio (Inggris) = Afdeling (Belanda) = Devisi (Indonesia)
2. Nama divisi biasanya didasarkan atas _irri-ciri yang menunjukkan kodrat atau sifat devisi itu sebaik-baiknya.
3. Untuk nama divisi seyogyanya digunakan satu kata majemuk berbentuk jamak yang diambil dari _irri khas yang berlaku untuk semua warga divisi dengan tambahan –phyta, kecuali untuk jamur yang disarankan untuk diberi akhiran –mycota.
4. Istilah Phylum yang masih dijumpai dalam pustaka-pustaka taksonomi lama, tidak lagi digunakan dalam taksonomi tumbuhan, yang digunakan adalah istilah division.
• Regnum
1. Regnum (Latin) = Kigdom (Inggris) = Rijk (Belanda) = Dunia (Indonesia).
2. Konsep dunia digunakan untik menujukkan keseluruhan tumbuhan atau keseluruhan hewan yang masing-masing disebut dunia tumbuhan (Regnum Plantarum) dan dunia hewan (Regnum Animale.
• Tingkat takson dibawah spesies
1. Dalam suatu jenis dapat dibedakan beberapa kategori, berturut-turut adalah : anak jenis (subspecies), varietas, anak varietas, forma, dan anak forma.
2. Nama takson dibawah tingkat jenis terdiri atas nama jenis dan suatu sebutan yang dihubungkan dengan istilah untuk takson dibawah tingkat jenis yang dimaksud. Sehingga nama itu sekurang-kurangnyateriri dari 4 kata, 2 kata untuk nama jenis, 1 kata untuk takson di bawah tingkat jenis, dan 1 kata yang merupakn istilah untuk takson di bawah tingkat jenis yang dimaksud. Contoh : Pedilathus tithymalodes subspecies retusus.