Pendidikan berbasis rumah barangkali istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan tentang homeschooling (sekolah rumah), yang merupakan salah bentuk pendidikan alternatif yang saat ini sedang berkembang di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat peserta homeschooling (homeschooler) berkembang dengan sangat pesat hingga mencapai jutaan keluarga homeschooling. Menurut Lines (1998) dan Ray (2000) bahwa hingga tahun 2000 diperkirakan terdapat 1.5 hingga 1.9 juta siswa yang mengikuti program homeschooling.
Saat ini, praktek homeschooling telah menyebar ke beberapa negara Barat dan Timur, termasuk Indonesia yang sudah mulai tumbuh khususnya di kota-kota besar dan telah menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi Depdiknas untuk mengembangkan dan mengelola program homeschooling agar dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu pendidikan nasional. Sebagai suatu model pendidikan yang relatif baru, dalam mengimplementasikan homeschooling tentunya masih banyak masalah-masalah yang harus dipecahkan, terutama dalam hal-hal bersifat teknis, seperti tentang penentuan kurikulum, ujian nasional, penjaminan mutu dan sebagainya.
Terdapat beberapa alasan kenapa memutuskan memilih homeschooling, diantaranya adalah :
Menyediakan pendidikan nilai yang lebih sesuai dengan pilihan keluarga, yang selama ini mungkin kurang atau tidak didapatkan atau dikembangkan di sekolah umum. Memberikan lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik, tanpa terkontaminasi dari berbagai penyakit sosial.
Memberikan ketrampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga dan silat.
Memberikan waktu yang lebih fleksibel karena kesibukan pengembangan karier yang sedang digelutinya, seperti artis atau atlit.
Menyediakan strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
Di samping kelima alasan tersebut, tentunya masih banyak lagi alasan-alasan lain yang menjadi bahan pertimbangan untuk memilih program homeschooling. Terkait dengan berbagai alasan yang ada, yang harus diperhatikan dalam mengembangkan program homeschooling di Indonesia adalah jangan sampai menjadikannya sebagai bentuk pendidikan yang justru bertolak belakang dengan hakikat pendidikan itu sendiri. Misalnya, karena alasan proteksi dari penyakit sosial malah menjadikan si peserta didik menjadi orang yang terkucil (isolated) dari lingkungan sosialnya dan tidak mampu mengembangkan keterampilan sosialnya. Demikian, juga dengan alasan penanaman nilai malah menjadikan peserta didik yang menjadi orang cenderung bertiindak fanatik dan ekstrem.
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan mereka yang mengikuti pendidikan di sekolah umum, peserta didik yang mengikuti program homeschooling dapat menunjukkan prestasi akademik, sosial dan emosional yang lebih baik, serta memperoleh kesuksesan pada memasuki masa dewasa (McDowell dan Ray, 2000). Keberhasilan program homeschooling sangat ditentukan oleh faktor orang tua dan peserta didik itu sendiri. Orang tua harus memiliki komitmen yang kuat dan berupaya secara sungguh-sungguh untuk dapat memfasilitasi berbagai kebutuhan belajar anaknya. Sementara bagi sang anak selaku peserta didik juga harus memiliki motivasi belajar dan kemadirian yang tinggi dalam belajar. Tanpa semua itu agaknya progran homeschooling tampaknya tidak akan berjalan efektif.
Berkenaan dengan strategi pembelajaran yang dikembangkan bagi peserta homeschooling sebenarnya masih bersumber dari teori-teori pendidikan dan pembelajaran pada umumnya.